Jumat, 14 Juni 2013

jadwal test honorer k2


Tenaga honorer K-2 jadi CPNS segera diproses. Menteri PAN-RB telah menetapkan jadwal tes pada Juli, formasi penempatan Agustus, dan SK CPNS direncanakan diterbitkan Januari 2014. Berikut rencana proses pengangkatan honorer K2 jadi CPNS
Februari 2013
  • Penyampaian listing data tenaga honorer kepada instansi untuk dilakukan pengumuman (uji publik) selama 21 hari melalui media koran lokal dan media online (website BKN) BKN /Kanreg BKN
  • Penyampaian laporan hasil uji publik oleh instansi kepada Men.PAN&RB / BKN
  • Sosialisasi rencana seleksi tenaga honorer K II secara nasional
Maret 2013
  • Penerimaan dan penyelesaian pengaduan dalam masa sanggah setelah uji public
  • Penyusunan dan penetapan kebijakan pengadaan CPNS tahun 2013 oleh MenPAN&RB
  • Penyusunan juknis pengadaan CPNS tahun 2013 oleh BKN
tes cpns k2
April 2013
  • Penyusunan nominatif  TH Kategori II yang tidak ada masalah
  • Keputusan kepastian jumlah TH Kategori II per instansi oleh BKN
  • Pembuatan formulir pendaftaran dan tanda pengenal peserta ujian oleh instansi
  • Pembuatan buku petunjuk/tata tertib ujian
Juni 2013
  • Pembuatan master soal ujian kompetensi bidang/teknis oleh instansi pembina jabatan fungsional
  • Penyampaian master soal (encrypt) dan formulir LJK ujian kompetensi dasar oleh Konsorsium kepada Panselnas dan disimpan bersama ke brankas BRI disaksikan oleh Karo Humas/Inspektur KemPAN-RB
Juli 2013
  • Penentuan jadwal dan tempat pelaksanaan ujian kompetensi dasar dan kompetensi bidang oleh Instansi dan Panselnas
  • Penyerahan master soal, formulir LJK ujian kompetensi dasar kepada instansi untuk digandakan dan didistribusikan ke lokasi tes
  • Pelaksanaan ujian tertulis kompetensi dasar dan kompetensi bidang
  • Penentuan kelulusan ujian kompetensi dasar sesuai dengan passing grade dan kompetensi bidang dan batas waktu penyampaian berkas
Agustus 2013
  • Penetapan formasi dan penempatan tenaga honorer kategori II per instansi secara nasional berdasarkan pertimbangan Kepala BKN
Desember 2013
  • Proses penetapan NIP TH kategori II
Januari 2014
  • Penetapan SK CPNS oleh instansi

Minggu, 09 Juni 2013


Tipe Guru dalam Mendisiplinkan Siswa

Disiplin kelas, tata tertib kelas,  pengendalian kelas, manajemen kelas atau apapun namanya, merupakan hal yang amat krusial bagi seorang guru. Apabila seorang guru tidak mampu memelihara disiplin dalam kelas maka kemungkinan proses pembelajaran akan mengalami kegagalan. Kegiatan ini merupakan langkah awal untuk menciptakan sebuah lingkungan belajar yang kondusif.
Sebagai agen sosialisasi (socialization agent), guru hendaknya membelajarkan siswa  tentang berbagai perilaku yang sesuai dengan tuntutan situasi. Dalam berinteraksi dan berkomunikasi  dengan siswa, guru menyampaikan berbagai pesan kepada siswa agar dapat berperilaku sesuai dengan situasi yang diharapkan di kelas.
Terdapat 4 (empat)  hal penting untuk mencapai kesuksesan di kelas:
  1. Guru perlu merencanakan secara matang pendekatan individual dalam mendisiplinkan siswa.
  2. Guru harus memahami secara baik berbagai teori disiplin, beserta asumsi yang mendasarinya.
  3. Guru memahami nilai-nilai dan filsafat pendidikan yang diyakininya.
  4. Guru  harus mampu menentukan pendekatan disiplin yang sejalan dengan keyakinan siswanya, sehingga tidak menimbulkan kebingungan siswa dan konflik personal.
Sesungguhnya, banyak teori  tentang disiplin yang bisa kita terapkan, salah-satunya adalah  teoriInner Discipline yang digagas oleh Barbara Coloroso. Dalam upaya mendisiplinkan siswa di kelas (sekolah), Coloroso mengemukakan 3 (tiga) kategori guru (dalam tulisan ini saya menggunakan istilah tipe guru), yaitu: (1) Brickwall  Teacher (Guru Tembok Bata); (2) Jellyfish Teacher  (Guru Ubur-ubur); dan (3) Backbone Teacher (Guru Tulang Punggung). Berikut ini disampaikan penjelasan singkat dari ketiga tipe tersebut:
  1. Guru Tembok Bata (Brickwall  Teacher). Guru tipe ini berusaha membatasi dan mengendalikan siswa secara ketat,  menganggap siswa sebagai bawahan dan kerap menghina siswa. Disini tidak ada wilayah abu-abu, yang ada hanyalah dikhotomi antara hitam dan putih. Guru tipe ini mengoperasikan tugas dalam suasana ketakutan, melalui aturan tetap dan kaku, menekankan ketepatan waktu, kebersihan dan ketertiban.  Dalam proses pembelajaran sering mematahkan kehendak siswa, menekankan ritual dan hafalan, lebih mengandalkan pada kompetisi dan mengajarkan tentang  apa yang harus dipikirkan daripada bagaimana berpikir (what to think rather than how to think). Guru Tembok Bata (Brickwall  Teacher) kurang memberi kepercayaan kepada siswa untuk mengembangkan Inner Discipline-nya.
  2. Guru Ubur-ubur (Jellyfish Teacher). Berbanding terbalik dengan Guru Tembok Bata, guru tipe yang kedua ini sama sekali tidak memiliki ketegasan dan cenderung lemah dalam mengelola kelas, sehingga memungkinkan terjadinya kekacauan dan anarki di kelas.  Tidak memiliki aturan dan struktur yang jelas, serta seringkali menetapkan  aturan dan hukuman yang tidak konsisten. Guru tipe ini cenderung menggunakan ancaman dan emosional serta meremehkan proses pembelajaran. Sama halnya dengan tipe guru Tembok Bata (Brickwall  Teacher),  guru tipe yang kedua ini  juga tidak memperhatikan kebutuhan siswa akan pengembangan kemampuan Inner Discipline-nya.
  3. Guru Tulang Punggung (Backbone Teacher). Guru tipe  ketiga  ini adalah guru yang senantiasa berusaha memberikan dukungan dan menyediakan struktur yang diperlukan siswa untuk menyadari keunikan dan mengenal diri yang sejatinya. Proses pembelajaran berlangsung secara demokratis dengan aturan yang sederhana tetapi jelas. Guru tipe yang ketiga ini selalu berusaha mendukung siswa untuk melakukan kegiatan yang kreatif, konstruktif dan bertanggung jawab, memotivasi siswa agar  dapat melakukan semua hal yang mereka miliki bisa. Guru Tulang Punggung (Backbone Teacher) berupaya membelajarkan siswa bagaimana berpikir dan memperoleh kepercayaan terhadap diri sendiri maupun  orang lain. Pada Guru Tulang Punggung (Backbone Teacher) inilah memungkinkan terjadinya pengembangan Inner Discipline siswa.
Coloroso berkeyakinan bahwa dalam berhubungan dengan siswa, seorang guru seyogyanya dapat membantu siswa untuk mengembangkan Inner Discipline-nya. Dalam arti, membantu siswa agar mampu menunjukkan perilaku yang kreatif, konstruktif, kooperatif, dan bertanggung jawab, tanpa harus diatur dan dikendalikan orang lain. Siswa dibelajarkan untuk menerima masalah yang dimiikinya, mengambil tanggung jawab penuh atas masalah perilakunya  dan dapat mengambil  tindakan yang tepat untuk mengatasinya, bukan atas dasar rasa takut tetapi berdasarkan pemahaman dan kesadaran bahwa memang itulah hal yang benar untuk dilakukan (it is the right thing to do).
Teori Inner Discipline meyakini bahwa setiap siswa pada dasarnya terhormat, oleh karena itu sudah sepatutnya mereka menerima perlakuan secara terhormat dan setiap saat dapat diperlakukan dengan tanpa harus melukai kehormatan dirinya. Langkah-langkah penerapan Inner Discipline dikembangkan dalam 6 (enam) tahapan, yaitu:  (1) identifikasi dan mendefinisikan masalah; (2) menentukan kemungkinan-kemungkinan pemecahannya; (3) mengevaluasi pilihan-pilihan yang tersedia; (4) memilih salah satu pilihan yang ada; (5)  membuat sebuah rencana dan melaksanakannya; (6) melakukan retrospeksi, dengan mengevaluasi ulang masalah dan solusi yang dijalankan.
Menurut Coloso, keenam langkah ini telah mencakup 3 R  tentang Disiplin, yaitu: (1) Restitusi: memperbaiki kerusakan perilaku dan kepribadian  yang dialami siswa ; (2) Resolusi: menentukan cara untuk tidak membiarkan perilaku itu terjadi lagi atau dengan kata lain siswa dapat menerima apa yang yang telah dilakukannya dan memulai hal baru;  dan (3) Rekonsiliasi: proses penyembuhan, siswa dibelajarkan untuk menghormati rencana restitusi yang telah disepakati,  dan berkomitmen untuk berbuat sesuai dengan resolusi.
Menjadi Guru Tulang Punggung (Backbone Teacher) yang mampu mengimplementasikan Inner Discipline sebagaimana disarankan oleh Coloso tentu bukan hal yang mudah, apalagi bagi guru-guru yang sudah kadung menjadi menjadi Guru Tembok Bata atau Guru Ubur-ubur,  tetapi barangkali itulah pilihan yang paling memungkinkan dalam konteks pendidikan saat ini, yang mengedepankan proses pemanusiaan manusia.
Bagaimana pendapat Anda?

Rabu, 15 Mei 2013



PERATURAN PEMERINTAH No.32 tahun 2013 (Standar Nasional Pendidikan) : Ujian Nasional SD Dihapus!

OPINI | 14 May 2013 | 22:18 Dibaca: 626    Komentar: 2    Nihil

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEir13XKbpGZnxDzMy0v_-03IT9QsHsX0OiXEtyQi2oX-E3X-CtZCUl-ARKmFjmb4gufHYPgohyGazf7CWgscD8O2AQGpQ7qRqIMSyZEkD0EfD9N9lT8c-pRoGzSVy3TTQMj8yXCVBeodcs/s320/UN-SD.jpg
[Sumber photo : http://uasbn.blogspot.fr/]
Hari ini saya mendapatkan informasi bahwa Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Unduh PP No.32/2013
Secara cepat saya membaca perbedaan yang mendasar dari peraturan baru tersebut. Akhirnya saya menemukan sebuah perubahan yang (menurut saya) sangat FUNDAMENTAL, yakni DIHAPUS-nya UJIAN NASIOAL (UN) tingkat SEKOLAH DASAR (SD).
Berikut petikan pasal 67, ayat 1a dalam PP No.32 tahun 2013, tsb:
Pasal 67
(1) Pemerintah menugaskan BSNP untuk menyelenggarakan  Ujian  Nasional yang diikuti  Peserta Didik pada setiap satuan pendidikan jalur formal pendidikan dasar dan menengah, dan jalur  nonformal kesetaraan.
(1a)Ujian  Nasional untuk satuan pendidikan jalur  formal pendidikan dasar sebagaimana dimaksud  pada ayat (1) dikecualikan untuk SD/MI/SDLB.
Hal ini juga disampaikan oleh anggota Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP)Teuku Ramli Zakaria ketika dikonfirmasi Media Indonesia, Selasa sore (14/5). (MetroNews)
”Ya, tahun ini UN SD/MI merupakan yang terakhir jadi tidak lagi ada UN tahun depan namun UN SMP dan SMA tetap ada,“ ungkapnya.
Masih menurut Teuku Ramli, payung hukum perubahan PP itu adalah UU Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas). Penghapusan UN di jenjang SD/MI/SDLB ini sejalan dengan penerapan kurikulum 2013 yang akan diimplementasikan tahun ajaran 2013-2014, mulai Juli mendatang. Sedangkan pertimbangan penghapusan UN SD/MI, kata Teuku, terkait dengan kerangka dasar wajib belajar (Wajar) 9 tahun.
Pengamat pendidikan Romo Baskoro menilai penghapusan UN SD merupakan suatu keharusan sebab ada program wajar 9 tahun dan akan masuk program wajar 12 tahun.
“Kalau kita mau konsisten UN SD memang harus tidak ada sebab akan memotong program wajar. Jadi ditiadakan UN SD bukan hal istimewa. Semestinya UN SMP dan UN SMA pun ditiadakan karena tidak bermanfaat dan tidak mencerdaskan,”kata pembina kolese Kanisius itu.
———–
Kesimpulan awal saya terkait penghapusan UN-SD itu adalah, sebagai berikut :
  1. UN-SD dihapuskan karena berdasarkan kerangka Wajib Belajar 9 tahun, yakni 6 tahun SD dilanjutkan dengan 3 tahun SMP. Artinya, peserta didik tidak memerlukan Ujian Nasional guna melanjutkan jenjang pendidikannya dari SD ke SMP. Bentuk ujian yang dilaksanakan dapat berupa Ujian Sekolah yang disepakati oleh instansi terkait, yakni satuan pendidikan dan pemerintah daerah, tentunya dengan tetap memperhatikan rambu-rambu yang ada.

  2. UN-SD dihapuskan karena sejalan dengan akan diberlakukannya Kurikulum 2013 pada Juli 2013.  Ini seakan mempertegas bahwa, kurikulum 2013 (dengan pro dan kontra nya) akan tetap diberlakukan secara bertahap dan terbatas, sebagaimana yang disampaikan oleh Mendikbud.
Akhirnya, saya mengucapkan selamat, buat para Guru, Siswa dan Orangtua Siswa SD, yang tidak perlu lagi KETAR-KETIR dan “STRESS” secara psikologis karena UN.
Tanpa UN, bukan berarti menurunkan kualitas pendidikan kita (khususnya tingkat SD), namun harusnya memacu semangat belajar siswa dan guru untuk meraih prestasi sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Sekali lagi SELAMAT BAPAK/IBU GURU SD…! semoga menyusul PENGHAPUSAN UN SMP dan SMA….Biar tidak ada bedanya anak yang rajin sekolah dengan yang malas sekolah.
Merdeka, bagi bapak /ibu guru karena tidak ada lagi beban mengajar atau target mengajar yang harus diselesaikannya !!!

Jumat, 26 April 2013



Guru Honorer Dijamin Menjadi CPNS Oleh Mendiknas

Kabar gembira… Bagi guru - guru honor saat ini. Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh menjamin pengangkatan guru honorer menjadi pegawai negeri sipil (PNS) pada tahun 2011 ini.
Mendiknas menyatakan, setiap tahunnya selalu ada formasi pengangkatan guru honorer menjadi PNS. Karena itu,Nuh meminta agar para guru honorer tidak khawatir, terutama terkait belum berubahnya status kepegawaian. Selama ini, ujarnya, pemerintah selalu membuka lowongan PNS untuk yang baru lulus dan pengangkatan pengajar yang selama ini sudah dipekerjakan oleh instansi pemerintah. Namun, jelas mantan Menteri Komunikasi dan Informatika ini, pengangkatan guru honorer tetap harus mengacu pada beberapa persyaratan.Terutama, berdasarkan Undang- Undang (UU) No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi guru honorer agar dapat diangkat PNS adalah kualifikasi akademik yang diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana (S1) atau diploma (D4). “Guru wajib memiliki kualifikasi akademik,kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional,” tegas Nuh di Gedung Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas), Jakarta, kemarin. Mantan Rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya ini mengatakan, persyaratan itu merupakan prinsip dasar pengangkatan guru honorer.
Meski Kemendiknas menghargai tuntutan kesejahteraan guru honorer, pengangkatan itu tidak dapat otomatis dilakukan. Berbeda dengan sebelum adanya UU Guru dan Dosen, di mana pengangkatan guru honorer menjadi PNS dapat dengan mudah dilakukan tanpa ada kualifikasi. Berdasarkan data Kemendiknas, pengangkatan guru honorer menjadi PNS tidak akan melewati tenggat waktu 2015. Sebab, tahun itu semua guru sudah harus bersertifikasi dan bergelar S1 ataupun D4.Meski demikian, menurut Mendiknas, pengangkatan tidak dapat dilakukan sekaligus pada tahun yang sama. Hal ini disebabkan terbatasnya anggaran yang dimiliki pemerintah.
Wakil Menteri Pendidikan Nasional (Wamendiknas) Fasli Jalal mengungkapkan,Kemendiknas akan menaikkan kuota sertifikasi guru pada 2011 ini menjadi 50%, atau sebesar 300.000 dari 200.000 orang. Untuk memperlancar proses itu, maka anggaran tunjangan profesi pada 2015 juga dinaikkan menjadi Rp60 triliun. Sertifikasi guru, jelas Fasli, sangat berguna untuk mengambil tunjangan profesi yang besarnya setara dengan satu kali gaji pokok. Pada 2007, tunjangan profesi telah disalurkan dari pemerintah pusat langsung ke rekening masing-masing guru penerima.
Sedangkan pada 2008 dan 2009, tunjangan profesi disalurkan melalui dana dekonsentrasi di masing-masing dinas pendidikan provinsi. Kemudian,mulai 2010 tunjangan profesi bagi sebagian guru PNS daerah dibayarkan melalui mekanisme transfer ke daerah di kantor Dinas Pendidikan kabupaten/kota masingmasing. Sebelumnya Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Sulistyo mengatakan, pada 2011 jumlah guru honorer yang akan dinaikkan statusnya menjadi PNS mencapai 160.000 orang. Kemudian, pada 2012 jumlah guru honorer yang akan mengikuti seleksi CPNS mencapai 720.000 orang. Sementara itu, anggota Komisi X DPR Ferdiansyah menilai, perhatian pemerintah terhadap guru honorer sangat rendah.
Sebab, hingga kini masih ada ratusan ribu guru yang berstatus honorer. Banyaknya jumlah guru honorer yang belum diangkat ini disebabkan kekacauan data administrasi yang dimiliki pemerintah. “Seharusnya, pengangkatan itu dapat dilakukan pada tahun lalu namun tenggat waktu pendataan yang sedianya harus selesai Agustus 2010 terpaksa molor hingga tahun ini,” tegasnya. Ref : neneng zubaidah-sindo

Rabu, 24 April 2013

Syarat sertifikasi



Calon Peserta Sertifikasi Guru 2013

Untuk bapak ibu guru yang belum bersertifikasisemoga bermanfaat.

A. Persyaratan Peserta

  1. Guru yang masih aktif mengajar di sekolah di bawah binaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
  2. Memiliki kualifikasi akademik sarjana (S-1) atau diploma empat (D-IV) dari program studi yang terakreditasi atau minimal memiliki izin penyelenggaraan.
  3. Guru yang diangkat dalam jabatan pengawas dengan ketentuan :
    • bagi pengawas satuan pendidikan selain dari guru yang diangkat sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru (1 Desember 2008), atau
    • bagi pengawas selain dari guru yang diangkat setelah berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru harus pernah memiliki pengalaman formal sebagai guru.
  4. Guru bukan PNS pada sekolah swasta yang memiliki SK sebagai guru tetap dari penyelenggara pendidikan (guru tetap yayasan), sedangkan guru bukan PNS pada sekolah negeri harus memiliki SK pengangkatan sebagai guru dari Bupati/Walikota.
  5. Sudah menjadi guru pada saat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen ditetapkan (30 Desember 2005).
  6. Pada tanggal 1 Januari 2013 belum memasuki usia 60 tahun.
  7. Memiliki nomor unik pendidik dan tenaga kependidikan (NUPTK).
  8. Guru dan guru yang diangkat dalam jabatan pengawas satuan pendidikan yang BELUM memiliki kualifikasi akademik S-1/D-IV apabila :
    • pada 1 Januari 2012 sudah mencapai usia 50 tahun dan mempunyai pengalaman kerja 20 tahun sebagai guru, atau
    • mempunyai golongan IV/a atau memenuhi angka kredit kumulatif setara dengan golongan IV/a (dibuktikan dengan SK kenaikan pangkat)

B. Urutan Rangking Calon Peserta

Daftar calon peserta sertifikasi guru yang ditampilkan sesuai dengan data yang tersimpan dalam data NUPTK yang telah diperbaiki sampai dengan tanggal 1 Desember 2011 dan diurutkan berdasar kriteria berturut turut :
  1. Usia.Usia dihitung berdasarkan tanggal, bulan, dan tahun kelahiran yang tercantum dalam akta kelahiran atau bukti lain yang sah.
  2. Masa Kerja.Masa kerja dihitung sejak yang bersangkutan bekerja sebagai guru baik sebagai PNS maupun bukan PNS.
  3. GolonganPangkat/golongan adalah pangkat/golongan terakhir yang dimiliki guru saat dicalonkan sebagai peserta sertifikasi guru. Kriteria ini adalah khusus untuk guru PNS atau guru bukan PNS yang telah memiliki SK Inpassing.

C. Prioritas Mengisi Kuota

Guru yang dapat langsung masuk mengisi kuota sertifikasi guru adalah sebagai berikut :
  • Semua guru yang diangkat dalam jabatan pengawas yang memenuhi persyaratan dan belum memiliki sertifikat pendidik.
  • Guru dan kepala sekolah berprestasi peringkat 1 tingkat provinsi atau peringkat 1, 2, dan 3 tingkat nasional, atau guru yang mendapat penghargaan internasional yang belum mengikuti sertifikasi guru dalam jabatan pada tahun 2007 s.d 2011.
  • Semua guru yang mengajar di daerah perbatasan, terdepan, terluar yang memenuhi persyaratan.
Beberapa aktifitas yang harus dilakukan :

Guru

  1. Cek dalam daftar calon peserta menggunakan tombol pencarian dengan memasukkan NUPTK
  2. Jika nama Anda termasuk dalam daftar calon peserta segera hubungi dinas pendidikan setempat untuk mendapatkan Format A0
  3. Mengoreksi dan memperbaiki data pada Format A0 (data ini tidak boleh salah karena kemudian akan digunakan sebagai acuan untuk sertifikat pendidik)Data yang dikoreksi adalah nama lengkap harus sesuai dengan dokumen lainnya (ijasah atau SK PNS); golongan (bagi PNS); tempat dan tanggal lahir; ijasah, tahun lulus, dan nama perguruan tinggi; nama sekolah tempat mengajar. Dokumen yang dijadikan acuan verifikasi nama dan tempat tanggal lahir peserta bagi guru PNS adalah SK PNS, sedangkan bagi guru bukan PNS adalah ijasah terakhir dari perguruan tinggi.
  4. Mengisi pola sertifikasi yang dipilih.
    • Pola portofolio bagi guru yang memiliki dan memenuhi skor minimal portofolio (kuota maksimal 1%).
    • Pola PLPG bagi guru yang tidak memenuhi skor minimal portofolio.
    • Pola pemberian sertifikat secara langsung (PSPL) bagi guru yang telah memenuhi syarat PSPL.
  5. Menetapkan bidang studi yang akan disertifikasiBidang studi tersebut harus ditetapkan sendiri oleh guru yang bersangkutan sesuai dengan kompetensi yang dikuasainya. Harus disadari oleh guru bahwa bidang studi ini akan terus melekat dalam tugas mengajar yang akan dilaksanakan oleh guru selama guru tersebut mengajar. Dengan kata lain, guru harus konsisten dengan pilihannya secara profesional karena guru harus mengajarkan bidang studi atau mata pelajaran tersebut selama bertugas sebagai guru.
    Penetapan bidang studi sertifikasi mengikuti ketentuan sebagai berikut :
    • sesuai dengan program studi S-1 (linier),
    • apabila tidak sesuai (tidak linier) dengan program studi S-1, dapat menggunakan program studi D-III,
    • apabila tidak sesuai (tidak linier) dengan program studi S-1 dan program studi D-III, guru dapat menetapkan bidang studi yang serumpun dengan program studi S-1 dan D-III,
    • apabila tidak sesuai (tidak linier) dengan program studi S-1 dan program studi D-III, guru dapat menetapkan bidang studi sertifikasi sesuai dengan mata pelajaran, rumpun mata pelajaran, atau satuan pendidikan yang diampunya, dan harus memiliki masa kerja minimal sudah 5 tahun berturut-turut mengajar mata pelajaran tersebut.
  6. Mengumpulkan berkas/dokumen/portofolio ke Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota
    • Pola PSPL

    Dokumen yang harus dikumpulkan untuk Pola PSPL

    Untuk guru yang berkualifikasi akademik S-2/S-3 dan sekurang-kurangnya golongan IV/b.
    1. Format A1 yang telah ditandatangani oleh LPMP.
    2. Fotokopi ijazah S-1/D-IV, fotokopi ijazah dan transkrip nilai S-2 dan/atau S-3 yang telah dilegalisasi (kecuali Ijazah S-3 by research). Ijazah dari perguruan tinggi negeri dilegalisasi oleh perguruan tinggi yang mengeluarkan, untuk ijazah dari perguruan tinggi swasta dilegalisasi oleh kopertis wilayah perguruan tinggi yang mengeluarkan ijazah, dan untuk ijazah dari luar negeri dilampiri fotokopi surat keterangan akreditasi dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
    3. Fotokopi tugas belajar/izin belajar atau surat keterangan tugas belajar dari pejabat berwenang yang telah dilegalisasi oleh atasan langsung.
    4. Fotokopi SK pangkat/golongan terakhir (minimal IV/b) yang telah dilegalisasi oleh atasan langsung.
    5. Fotokopi SK mengajar (SK pembagian tugas mengajar) terakhir yang telah dilegalisasi oleh atasan langsung.
    6. Surat rekomendasi dari dinas pendidikan kabupaten/kota atau dinas pendidikan provinsi untuk guru PLB.
    7. Pasfoto terbaru berwarna (enam bulan terakhir dan bukan polaroid) ukuran 3×4 cm sebanyak 4 lembar, di bagian belakang setiap pasfoto ditulis identitas peserta (nama, nomor peserta, dan satminkal).
    Untuk Guru yang memiliki golongan serendah-rendahnya IV/c
    1. Format A1 yang telah ditandatangani oleh LPMP.
    2. Fotokopi ijazah pendidikan terakhir yang telah dilegalisasi. Fotokopi ijazah dari perguruan tinggi dilegalisasi oleh perguruan tinggi yang mengeluarkan, fotokopi ijazah dari perguruan tinggi swasta yang sudah tidak beroperasi dilegalisasi oleh kopertis, dan fotokopi ijazah dari luar negeri dilampiri fotokopi surat keterangan akreditasi dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Ijazah SLTA dilegalisasi oleh sekolah yang mengeluarkan ijazah.
    3. Fotokopi SK pangkat/golongan IV/c yang telah dilegalisasi oleh atasan langsung.
    4. Fotokopi SK mengajar (SK pembagian tugas mengajar) terakhir yang telah dilegalisasi oleh atasan langsung.
    5. Surat rekomendasi dari dinas pendidikan kabupaten/kota atau dinas provinsi khusus untuk guru PLB.
    6. Pasfoto terbaru berwarna (enam bulan terakhir dan bukan polaroid) ukuran 3×4 cm sebanyak 4 lembar, di bagian belakang setiap pasfoto ditulis identitas peserta (nama, nomor peserta, dan satminkal).
    • Pola PF mengumpulkan Portofolio

    Pola PF mengumpulkan Portofolio

    Peserta pola PF menyusun portofolio sebanyak dua rangkap sesuai urutan sebagai berikut.
    1. Halaman sampul disisipkan Format A1
    2. Daftar isi
    3. Instrumen portofolio, yang meliputi: (a) identitas peserta dan pengesahan, dan (b) komponen portofolio yang telah diisi.
    4. Bukti fisik atau portofolio meliputi komponen sebagai berikut.
      • Kualifikasi Akademik
      • Pendidikan dan Pelatihan
      • Pengalaman Mengajar
      • Perencanaan dan Pelaksanaan Pembelajaran
      • Penilaian dari Atasan dan Pengawas
      • Prestasi Akademik
      • Karya Pengembangan Profesi
      • Keikutsertaan dalam Forum Ilmiah
      • Pengalaman Menjadi Pengurus Organisasi di Bidang Kependidikan dan Sosial
      • Penghargaan yang Relevan dengan Bidang Pendidikan
    5. Dilengkapi dengan pasfoto terbaru berwarna (enam bulan terakhir dan bukan polaroid) ukuran 3×4 cm sebanyak 4 lembar, di bagian belakang setiap pasfoto ditulis identitas peserta (nama, nomor peserta, dan satminkal).
    Penjelasan lengkap tentang portofolio dapat dilihat pada Buku 3.
    • Pola PLPG

    Peserta PLPG Mengumpulkan Berkas

    Peserta yang memilih pola PLPG secara langsung harus menyerahkan berkas sebagai berikut.
    1. Format A1 yang telah ditandatangani oleh LPMP.
    2. Fotokopi Ijazah S-1 atau D-IV, serta Ijazah S-2 dan atau S-3 (bagi yang memiliki) dan disahkan oleh perguruan tinggi yang mengeluarkan,
    3. Fotokopi SK pangkat/golongan terakhir yang telah dilegalisasi oleh atasan langsung (bagi PNS)
    4. Fotokopi SK pengangkatan sebagai guru sejak pertama menjadi guru sampai dengan SK terakhir yang disahkan oleh pejabat terkait,
    5. Fotokopi SK mengajar dari Kepala Sekolah yang disahkan oleh atasan, dan
    6. Pasfoto terbaru berwarna (enam bulan terakhir dan bukan polaroid) ukuran 3×4 cm sebanyak 4 lembar, di bagian belakang setiap pasfoto ditulis identitas peserta (nama, nomor peserta, dan satminkal).
  7. Memantau proses penetapan peserta melalui website http://www.sergur.pusbangprodik.org
  8. Menerima Format A1 berisi nomor peserta sebagai bukti terdaftar sebagai peserta sertifikasi guru
  9. Mencari informasi tentang pelaksanaan uji kompetensi awal (bagi peserta PLPG) ke Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota masing-masing.
  10. Semoga

Jumat, 19 April 2013

CARA CEK DATA GURU DAN DOSEN


Untuk para guru demi kenyamanan anda jangan lupa selalu untuk mengikuti data anda di Dapodik P2TK Dikdas Kemdikbud | Cek Verifikasi Data Guru PTK - Untuk ada yang berstatus tenaga pengajar khususnya Dosen kali ini verifikasi mengenai data guru pada pendidikan Dasar Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan sudah dapat dilihat dengan sistem online DAPODIK (Data Pokok Pendidikan) sehingga anda tidak perlu menunggu hasil mengenai status anda karena data yang di update merupakan data yang berdasarkan pada data dapodik sekolah yang telah diisi melalui aplikasi pendataan sekolah yang kemudian dikirim ke server pusat Dapodik.

Silahkan ikuti langkah-langkah sederhananya sebagai berikut :

Masuk ke http://p2tkdikdas.kemdikbud.go.id atau juga bisa http://116.66.201.163:8083/info.php
disana akan muncul form login. Anda diharuskan memasukkan NUPTK anda sebagai username dan Tanggal lahir anda sebagai password dengan Format Tahun Bulan Hari (YYYYMMDD)


Bila anda memasukkan dengan benar, maka akan muncul seperti di bawah ini


Nah semoga informasi mengenai cara Cek Verifikasi Data Guru PTK di P2TK Dikdas Kemdikbud dapat bermanfaat bagi anda.

Selasa, 16 April 2013

MAKALAH KAPITA SELEKTA



MAKALAH
“ KAPITA SELEKTA”
Diajukan untuk memenuhi dan melengkapi salah satu syarat tugas  pada mata kuliah KAPITA SELEKTA

Disusun oleh

IDA MULYATI
NPM : 10210276




SEMESTER VI
JURUSAN TARBIYAH
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM ( PAI )






 

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
STAI MA’ARIF METRO
TAHUN AKADEMIK 2012 / 2013





BAB I
PENDAHULUAN



Pendidikan merupakan kata kunci untuk setiap manusia agar ia mendapatkan ilmu. Hanya dengan pendidikanlah ilmu akan didapat dan diserap dengan baik. Tak heran bila kini pemerintah mewajibkan program belajar 9 tahun agar masyarakat menjadi pandai dan beradab. Pendidikan juga merupakan metode pendekatan yang sesuai dengan fitrah manusia yang memiliki fase tahapan dalam pertumbuhan.

Metode dalam pendidikan Islam merupakan suatu metode yang khas dan tersendiri, baik dari segi alat-alat maupun segi tujuan-tujuannya, dengan suatu bentuk yang nyata dan menarik perhatian serta membangkitkan minat untuk memiliki sumber ideologinya yang khas dalam perjalanan sejarah. Ruang lingkup dan keleluasaan system pendidikan islam tidak boleh keluar dari keterpaduan tujuan dan cara.

Didalam sistem pendidikan islam terdapat satu cara dan satu tujuan untuk dapat menyatukan kepribadian yang pecah untuk dapat mencapai satu tujuan yang lurus dan bulat. Inilah keistimewaan dari sistem pendidikan islam yang berbeda dengan sistem pendidikan buatan manusia yang pada umumnya memiliki tujuan yang relatif sama meskipun alat-alat yang digunakan untuk memenuhi tujuan tersebut berbeda-beda sesuai dengan pengaruh lingkungan dan kondisi sejarah, sosial, politik dan sebagainya.Sistem pendidikan buatan manusia pada umumnya bermuara dalam suatu tujuan pendidikan yaitu membentuk “ nasionalisme sejati “. Sedangkan islam, tidak mengurung dirinya pada batas-batas yang sempit itu dan tidak hanya berusaha membentuk “ nasionalis sejati “ akan tetapi berusaha untuk mewujudkan suatu tujuan yang lebih besar dan menyeluruh, yaitu membentuk “ manusia sejati”.

Islam dalam membentuk manusia yang baik itu tidak membiarkan manusia berada dalam kebimbangan dan terus menerus berjalan didalam kegelpan, dimana masing-masing membentuk dirinya menurut kemauannya sendiri. Akan tetapi islam menetapkan ciri-ciri manusia secara cermat dan jelas, serta menggaris strategi yang dapat mengantarkan mereka untuk mencapai tujuan itu. 

















BAB II

PEMBAHASAN

A. Pendidik

Pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberi bimbingan atau bantuan kepada anak didik dalam perkembangan jasmani atau rohaninya agar mencapai kedewasaannya.Mampu melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Allah,Khalifah di permukaan bumi,sebagai makhluk sosisal dan sebagai individu yang sanggup berdiri sendiri.
Dalam pengertian yang sederhana, penididik adalah orangyang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik, sedangkan dalam pandangan  masyarakat pendidik adalah orangyang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu, tidak mesti di lembaga pendidikan formal,tetapi bisa jugadi masjid, di surau / mushalla,di rumah dan sebagainya. 
Istilah lain yang lazim di pergunakan untuk pendidik ialah guru.Kedua istilah tersebut bersesuaian artinya,bedanya ialah istilah guru sering kali di pakai di lingkungan pendidikan formal.Sedangkan pendidikan di pakai di lingkungan formal,informal maupun non formal.
Abudin Nata menjelaskan jika kita mencoba mengikuti petujuk al-Qur’an, akan di jumpai informasi bahwa secara garis yang menjadi pendidik dalam perspektif Islam ada empat :
1.       Allah SWT
2.       Rasul, Muhammad SAW
3.      Orang tua
4.      Orang lain 
Dalam bahasa Arab, setidaknya ada tiga istilah yang menunjukkan makna peserta didik yaitu murid, al-tilmidz, dan al-thalib. Murid berasal dari kata Arada-yuridu-Iradatan-Muridan, yang berarti orang yang menginginkan (the willer).Pengertian ini menunjukkan bahwa seorang peserta didik adalah orang yang menghendaki agar mendapatkan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman dan kepribadianyang baik untuk bekal hidupnya agar berbahagia di dunia dan akhiratdengan jalan belajar yang sungguh-sungguh.

Sedangkan al-tilmidz tidak memiliki akar kata dan berarti pelajar.Kata ini di gunakan untuk menunjuk kepada peserta didik yang belajar di Madrasah.Sementara al-thalib berasal dari thalaba-yathlubu-thalaban-thalibun, yang berarti orang yang mencari sesuatu. Hal ini menunjukkan bahwa peserta didik adalah orang yang mencari ilmu pengetahuan, pengalaman, keterampilan.dan pembentukan kepribadiannya untuk bekal masa depannya agar bahagia dunia dan akhirat.Kemudian,dalam penggunaan ketiga istilah tersebut biasanya di bedakan berdasarkan tingkatan peserta didik.Murid untuk sekolah dasar, al-tilmidz untuk sekolah menengah dan al-thalib untuk perguruan tinggi. 

Namun, menurut Abudin Nata istilah yang lebih umum untuk menyebut peserta didik adalah al-muta’allim. Istilah yang terakhir ini mencakup makna semua orang yang menuntut ilmu pada semua tingkatan, mulai dari tingkat dasar sampai dengan perguruan tinggi. 

Ahmad Tafsir dalam uraiannya menyimpulkan bahwa tugas guru (pendidik) dalam Islam adalah mendidik muridnya (peserta didik) dengan cara mengajar dan dengan cara-cara lainnya, menuju tercapainya perkembangan maksimal sesuai dengan nilai-nilai Islam. untuk memperoleh kemampuan melaksanakan tugas itu secara maksimal, sekurang-kurangnya harus memenuhi syarat-syarat berikut:
1.      Tentang umur (harus sudah dewasa).
2.      Tentang kesehatan (harus sehat jasmani dan rohani).
3.      Tentang kemampuan mengajar (harus ahli).
4.      Harus berkesusilaan dan berdedikasi tinggi dan berkepribadian muslim.
Menurut Ummu Yasmin ada beberapa hal yang harus di miliki oleh seorang pendidik:
1.      Memiliki kepribadian muslim.
2.      Memiliki fikrah (pola pikir) yang benar tentang Islam, akidah yang dalam, dan amal yang berkelanjutan
3.      Memiliki tsaqofah Islamiyah yang cukup dengan menguasai madah (materi-materi) pendidikan.
Dan syarat yang lebih erat hubungannya dengan tugas guru di sekolah meliputi :
1.      Guru harus adil, Percaya dan suka pada muridnya.
2.      Sabar dan rela berkorban,.
3.      Berwibawa, pengembira, baik kepada rekan guru yang lain dan masyarakat.
4.      Menguasai mata pelajaran, suka kepada pelajarannya dan berpengetahuan luas. 
Dari keterangan di atas maka dapat di simpulkan bahwa pendidik atau guru adalah orang dewasa yang mempunyai ketakwaan kepada Allah SWT. berakhlak baik, sehat jasmaniah dan pengetahuan yang luas.

1. Tugas Pendidik

Adapun tugas pendidik meliputi :
1.      Menyerahkan kebudayaan kepada anak didik berupa kepandaian, kecakapan, dan pengalaman-pengalaman.
2.      Membentuk kepribadian anak yang harmonis, sesuai cita-cita dan dasar negara kita pancasila.
3.      Menyiapkan anak menjadi warga Negara yang baik seesuai undang-undang pendidikan yang merupakan keputusan MPR No. II Tahun 1983.
4.      Sebagai perantara dalam belajar.
5.      Pendidik adalah sebagai pembimbing, untuk membawa anak didik ke arah kedewasaan, pendidik tidak maha kuasa, tidak dapat membentuk anak menurut sekehendaknya.
6.      Pendidik sebagai penghubung antara sekolah da masyarakat.
7.      Sebagai penegak disipin, pendidik menjadi contoh dalam segala hal, tata tertib dapat berjalan baik bila pendidik dapat menjalani lebih dahulu.
8.       Pendidik sebagai administrator dan menejer
9.      Pendidik sebagai perencana kurikulum
10.  Pekerjaan pendidik sebagai suatu profesi.
11.  Pendidik sebagai pemimpin
12.   Pendidik sebagai sponsor dalam kegiatan anak-anak

2. Tanggung Jawab Pendidik
Orang pertama yang bertanggung jawab tehadap perkembangan anak atau pendidikan anak adalah orang tuanya, hal ini di karenakan adanya pertalian darah secara langsung sehingga ia mempunyai rasa tanggung jawab terhadap masa depan anaknya. Orang tua di sebut juga sebagai pendidik kodrat. Tetapi karena dari pihak orang tua tidak mempunyai kemampuan, waktu dan sebagainya, maka mereka menyerahkan sebagian tanggung jawabnya kepada orang lain yang di kira mampu dan berkompoten untuk melaksanakan tugas mendidik.Tanggung jawab seorang pendidik di antaranya :
1.      Bertanggung moral
2.      Bertanggung jawab dalam bidang pendidikan
3.      Bertanggung jawab kemasyarakatan
4.       Bertanggng jawab dalam bidang keilmuan.
3.    Sifat-sifat yang harus di miliki Pendidik
Adapun menurut Prof. Dr. Moh. Athiyah al-Abrasyi, bahwa seorang pendidik harus memiliki sifat-sifat tertentu agar ia dapat melaksnakan tugas-tugasnya dengan baik, seperti yang di ungkapkan oleh beliau adalah :
1.      Memiliki sifat zuhud, dalam artian tidak mengutamakan materi dan mengajar karena mencari ridha Allah
2.      Seorang guru harus jauh dari dosa besar.
3.      Ikhlas dalam pekerjaan.
4.      Bersifat pemaaf.
5.      Harus mencintai peserta didiknya. 
Anak Didik Dalam Perspektif,Peserta didik dalam perspektif Pendidikan Islam adalah sebagai objek sekaligus subjek dalam proses pendidikan. Ia adalah orangyang belajar untuk menemukan ilmu, karena dalam Islam di yakini ilmu hanya berasal dari Allah,maka seorang peserta didik mesti berupaya untuk mendekatkan dirinya kepada Allah denan senantiasa mensucikan dirinya dan taat kepada perintah-Nya. Namun untk memperoleh ilmu yang berasal dari Allah tersebut, seorang peserta didik mesti belajar pada orangyang telah di beri ilmu, yaitu guru atau pendidik.

Konsep pendidik dan peserta didik dalam perspektif pendidikan Islam memiliki karekteristik tersendiri yang sesuai dengan karekteristik pendidikan Islam itu sendiri. Karekteristik ini akan membedakan konsep pendidik dan peserta didik dalam pandangan pendidikan lainnya. Hal itu juga dapat di telusuri melalui tugas dan persyaratan ideal yang harus di miliki oleh seorang pendidik dan peserta didik yang di kehendaki oleh Islam. Tentu semua itu tidak terlepas dari landasan ajaran Islam itu sendiri, yaitu al-Qur’an dan Sunnah yang menginginkan perkembangan pendidik dan peserta didik. Tidak bertentangan dengan ajaran kedua landasan tersebut sesuai dengan pemahaman maksimal manusia.

4. Pendidik Dalam Perspektif Pendidikan Islam

Dalam perspektif pendidikan Islam, pendidik termasuk ulama. Tegasnya, pendidik adalah pewaris para Nabi. Ini bisa di lihat misalnya pada contoh hadits berikut : “…..اْلعُلَمَاءُ وَرَاثَتُ اْلاَنْبِيَاءِ…..”

Artinya :….para ulama (pendidik ) adalah pewaris para Nabi (dari Abu Darda r. a dan di riwayatkan oleh Ibnu Majah)

Hadits di atas juga menunjukkan bahwa Rasulullah SAW. memberikan perhatian yang besar trhadap “pendidik” sekaligus mmberikan posisi terhormat keadanya. Hal ini beralasan mengingat kepada peran pendidik sangat menentukan dalam mendidik manusia untuk tetap konsisten dan komitmen dalam menjalankan risalah yang di bawa oleh Rasulullah SAW. 


B. Pengertian Peserta Didik
Dalam usaha mendefenisikan istilah peserta didik, terlebih dahulu perlu dipahami beberapa sebutan lain dalam Bahasa Indonesia, yaitu istilah murid, dan peserta didik. Istilah murid dipahami sebagai orang yang sedang belajar, menyucikan diri, dan sedang berjalan menuju Tuhan. Peserta didik dipahami sebagai pendidik menyayangi murid sebagaimana anaknya sendiri dan dalam hal ini faktor kasih sayang pendidik terhadap peserta didik dianggap kunci keberhasilan pendidikan. Adapun istilah peserta didik adalah sebutan yang paling mutakhir, istilah ini menekankan pentingnya peserta didik berpartisipasi dalam proses pembelajaran. Dengan demikian, menurut Ahmad Tafsir yang dikutip oleh Zainuddin et.al perubahan sebutan dari murid ke peserta didik lalu menjadi peserta didik, bermaksud memberikan perubahan pada peran peserta didik dalam proses belajar mengajar.Pendidikan umum, mengartikan peserta didik sebagai raw input (masukan mentah) dalam proses trnsformasi yang disebut dengan pendidikan (Muri Yusuf,1982:37). Lebih jauh dijelaskan bahwa peserta didik adalah anak yang sedang tumbuh dan berkembang baik secara fisik maupun psikologis (Muhaimin dan Abdul Mujib,1993:177), untuk mencapai tujuan pendidikan melalui lembaga pendidikan.

Pertumbuhan adalah perubahan yang terjadi dalam diri peserta didik secara alami yang ditandai oleh pertumbuhan tubuh menjadi bertambah besar. Adapun perkembangan adalah yang menyangkut jasmaniyah dan ruhaniah (Muri Yusuf:37). Dengan adanya pertumbuhan dan perkembangan yang masih berjalan, maka peserta didik dianggap belum dewasa hingga membutuhkan bimbingan orang lain untuk menjadikannya dewasa (Abdul Mujib: 177). Sebab pendewasaan merupakan tujuan dari pendidikan. Bimbingan dapat diberikan dalam berbagai lingkungan pendidikan, yakni lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat (Abdul Mujib:25).

Menurut George R. Knight , sebagaimana dikuti oleh Abd. Rahman Assegaf dalam bukunya yang berjudul Filsafat Pendidikan Islam, siswa atau peserta didik dipandang sebagai anak yang aktif, bukan pasif yang hanya menanti guru untuk memenuhi otaknya dengan berbagai informasi.Siswa adalah anak yang dinamis yang secara alami ingin belajar, dan akan belajar apabila mereka tidak merasa putus asa dalam pelajarannya yang diterima dari orang yang berwenang atau dewasa yang memaksakan kehendak dan tujuannya kepada mereka. Dalam hal ini, Dewey menyebutkan bahwa anak itu sudah memiliki potensi aktif. Membicarakan pendidikan berarti membicarakan keterkaitan aktivitasnya, dan pemberian bimbingan padanya.
Peserta didik merupakan sasaran (obyek) dan sekaligus sebagai subyek pendidikan. Oleh sebab itu, dalam memahami hakikat peserta didik, para pendidik perlu dilengkapi pemahaman tentang ciri-ciri umum peserta didik. Setidaknya secara umum peserta didik memiliki lima ciri, yaitu:
§  Peserta didik dalam keadaan sedang berdaya, maksudnya ia dalam keadaan berdaya untuk menggunakan kemampuan , kemauan dan sebagainya.
§  Mempunyai keinginan untuk berkembang kearah dewasa.
§  Peserta didik mempunyai latar belakang yang berbeda.
§  Peserta didik melakukan penjelajahan terhadap alam sekitarnya dengan potensi-potensi dasar yang dimiliki secara individu.
Literatur pendidikan terkni menuliskan bahwa sebutan anak didik telah berubah menjadi peserta didik. Hal ini dikarenakan adanya pandangan pencerahan bahwa peserta didik pada setiap proses interaksi dan komunikasi terhadap sumber, dan bersifat sebagai objek juga sebagai subjek. Ketika potensi anak masih minimal dan membutuhkan pertolongan manusia dewasa, maka sebutan yang lebih tepat adalah peserta didik (objek) yang aktif. Akan tetapi, ketika ia telah merespons setiap stimulus yang datang dengan motivasi yang telah terbangun, ia pun aktif secara fisik dan mental mencari, merespon bahkan menemukan sendiri informasi yang diinginkannya, maka sebutan baginya adalah peserta didik (subjek) yang aktif.
Defenisi lain dalam khazanah pendidikan Islam klasik, al-Subkiy menggunakan term thalib (jamak : thalabat atau thullab), mutafaqqih (jamak : mutafaqqihun), faqih (jamak : fuqaha) dan tilmizd (jamak : talamizd) untuk menunjukkan pada penuntut ilmu (pelajar) pada madrasah Nizhamiyah. Imam al-Haramayn disebut-sebut pernah memakai perkataan faqih untuk menyapa murid-muridnya. Mengenai hal ini, al-Subkiy melukiskan dengan indah sebuah dialog singkat yang terjadi antara al-Juwayni dan murid kesayangannya, al-Ghazali, dalam bukunya berjudul thabaqat al-Syafi’iyah al-Kubra.

Term faqih dalam dialog dibuku tersebut menunjuk kepada al-Ghazali yang dimaksud dengan faqih adalah orang yang mempelajari ilmu fiqih dan istilah ini identik dengan istilah mutafaqqih. Sementara istilah thalib (penuntut ilmu) biasa dipakai untuk orang yang belajar ilmu agama atau ilmu umum sebab kedua-duanya disuruh dalam agama. Bedanya kalau yang pertama hukumnya menjadi kewajiban bagi setiap muslim (fardhu ‘ain), maka yang kedua hukumnya menjadi kewajiban kolektif (fardhu kifayah). Sedangkan istilah tilmidz (murid) berasal dari akar kata talammaza artinya belajar, bisa dua-duanya, agama maupun umum.

Berbeda dengan al-Juwayni, al-Ghazali memakai term thalib ketika menyebut murid-muridnya di madrasah Nizhamiyah Baghdad. Beliau menjelaskan bahwa orang yang mempelajari ilmu kalam, kebathinan, filsafat dan sufi disebut thalib. Dari keterangan al-Ghazali ini dapat dipahami bahwa wacana ilmiah dan kegiatan studi murid-murid madrasah Nizhamiyah Baghdad dibawah asuhannya meliputi semua ilmu tersebut.

Secara umum dalam pendidikan Islam pada hakikatnya Allah Swt. Merupakan murabbi, mu’allim atau mu’addib, yang diistilahkan dengan pendidik. Dialah yang mencipta dan memelihara (mendidik) seluruh makhluk didunia ini termasuk manusia, baik dalam artian tarbiyah, ta’alim, maupun ta’dib. Dengan demikian, dalam perspektif falsafah pendidikan Islam seluruh makhluk ciptaan Allah Swt merupakan peserta didik. Namun secara khusus dalam pendidikan Islam, peserta didik adalah seluruh al insan, al-basyar atau bani adam yang sedang menuju al-insan al-kamil, baik dalam pengertian jismiyah maupun ruhiyah.

C. Esensi Peserta Didik dalam Perspektif Falsafah Pendidikan Islami

Dalam pandangan pendidikan Islam, untuk mengetahui hakikat peserta didik, tidak dapat dilepaskan hubungannya dengan pembahasan tentang hakikat manusia, karena manusia hasil dari suatu proses pendidikan. (Abdurrahman Shaleh,1990:45). Menurut konsep ajaran Islam manusia pada hakikatnya, adalah makhluk ciptaan Allah yang secara biologis diciptakan melalui proses pertumbuhan dan perkembangan yang berlangsung secara evolutif, yaitu melalui proses yang bertahap. Sebagai makhluk ciptaan, manusia memiliki bentuk yang lebih baik, lebih indah dan lebih sempurna dibandingkan makhluk lain ciptaan Allah, hingga manusia dinilai sebagai makhluk lebih mulia, sisi lain manusia merupakan makhluk yang mampu mendidik, dapat dididik, karena manusia dianugerahi sejumlah potensi yang dapat dikembangkan. Itulah antara lain gambaran tentang pandangan Islam mengenai hakikat manusia, yang dijadikan acuan pandangan mengenai hakikat peserta didik dalam pendidikan Islam. Peserta didik dalam pendidikan Islam harus memperoleh perlakuan yang selaras dengan hakikat yang disandangnya sebagai makhluk Allah. Dengan demikian, sistem pendidikan Islam peserta didik tidak hanya sebatas pada obyek pendidikan, melainkan pula sekaligus sebagai subyek pendidikan.
Dalam perspektif falsafah pendidikan Islami, semua makhluk pada dasarnya adalah peserta didik. Sebab, dalam Islam, sebagai murabbi, mu’allim, atau muaddib, Allah Swt pada hakikatnya adalah pendidik bagi seluruh makhluk ciptaan-Nya. Dialah yang mencipta dan memelihara seluruh makhluk. Pemeliharaan Allah Swt mencakup sekaligus kependidikan-Nya, baik dalam arti tarbiyah, ta’alim, maupun ta’adib. Karenanya, dalam perspektif falsafah pendidikan Islam, peserta didik itu mencakup seluruh makhluk Allah Swt, seperti malaikat, jin, manusia, tumbuhan, hewan, dan sebagainya.

Namun, dalam arti khusus dalam perspektif falsafah pendidikan Islami peserta didik adalah seluruh al-insan, al-basyar, atau bany adam yang sedang berada dalam proses perkembangan menuju kepada kesempurnaan atau suatu kondisi yang dipandang sempurna (al-Insan al-Kamil). Terma al-Insan, al-basyar, atau bany adam dalam defenisi ini memberi makna bahwa kedirian peserta didik itu tersusun dari unsur-unsur jasmani, ruhani, dan memiliki kesamaan universal, yakni sebagai makhluk yang diturunkan atau dikembangbiakan dari Adam a.s. kemudian, terma perkembangan dalam pengertian ini berkaitan dengan proses mengarahkan kedirian peserta didik, baik dari fisik (jismiyah) maupun diri psikhis (ruhiyah) – aql, nafs, qalb – agar mampu menjalankan fungsi-fungsinya secara sempurna. Misalnya, ketika dilahirkan, fisik manusia dalam keadaan lemah dan belum mampu mengambil atau memegang benda dan kaki belum mampu melangkah atau berjalan.

Demikian benda dan kaki belum mampu melangkah atau berjalan. Demikian juga, ketika dilahirkan dari rahim ibunya, ‘aql manusia belum dapat difungsikan untuk menalar baik buruk atau benar salah. Melalui proses ta’lim, tarbiyah, atau ta’dib, secara bertahap, ‘aql manusia diasah, dilatih, dan dibimbing melakukan penalaran yang logis atau rasional, sehingga ia mampu menyimpulkan baik-buruk atau benar-salah. Demikiah juga nafs, ketika manusia dilahirkan dari rahim Ibunya, ia hanya cenderung pada pemenuhan kehendak atau kebutuhan jismiyah, terutama makan-minum. Melalui proses ta’lim, tarbiyah atau ta’dib, nafs manusia dilatih dan dibimbing untuk melakukan pengendalian, pemeliharaan, dan pensucian diri. Akan halnya qalb, ketika manusia dilahirkan dari rahim ibunya, ia hanya potensi laten yang belum mampu menangkap cahaya (al-nur) dan memahami kebenaran (al-haqq). Kemudian, melalui proses ta’lim, tarbiyah atau ta’dib, qalb manusia dibimbing sehingga mampu menangkap cahaya (al-nur) dan memahami kebenaran (al-haqq) serta hidup sesuai dengan cahaya dan kebenaran tersebut.

Dalam pengertian di atas, yang dimaksud dengan kesempurnaan adalah suatu keadaan dimana dimensi jismiyah dan ruhiyah peserta didik, melalui proses ta-lim, tarbiyah, atau ta’dib, diarahkan secara bertahap dan berkesinambungan untuk mencapai tingkatan terbaik dalam kemampuan mengaktualisasikan seluruh daya atau kekuatannya (quwwah al-jismiyah wa al-ruhiyah). Dalam perspektif ini, secara sederhana, kesempurnaan dimensi jismiyah adalah suatu kondisi dimana seluruh unsur atau anggota jasmani manusia mencapai tingkatan terbaik dalam kemampuannya melakukan tugas-tugas fisikal-biologis, seperti bergerak, berpindah dan melakukan berbagai aktivitas fisikal lainnya. Demikian pula halnya dengan kesempurnaan dimensi ruhiyah. Dalam makna ini, ‘aql, nafs, dan qalb peserta didik mencapai tingkatan terbaik dalam berpikir atau menalar (al-‘aql al-mustasyfad), dalam mengendalikan dan mensucikan diri (al-nafs al-muthmainnah), dan dalam menangkap cahaya dan memahami kebenaran (qalb al-salim).

Berdasarkan pengertian di atas, dalam perspektif falsafah pendidikan Islami, pada hakikatnya semua manusia adalah peserta didik. Sebab, pada hakikatnya, semua manusia adalah makhluk yang senantiasa berada dalam proses perkembangan menuju kesempurnaan, atau suatu tingkatan yang dipandang sempurna, dan proses itu berlangsung sepanjang hayat.

Sebagaimana yang dijelaskan oleh Al-Rasyidin yang dikuti oleh Zainuddin et.al dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam, setidaknya ada 3 istilah peserta didik yang dapat dirangkum dalam esensi filsafat pendidikan Islam.

Ketiga istilah tersebut yaitu pertama, term mengandung pengertian bahwa peserta didik dalam arti mutarabbi manusia yang selalu memerlukan pendidikan, baik dalam arti pengasuhan dan pemeliharaan fisik – biologis, penambahan pengetahuan dan keterampilan, tuntunan dan pemeliharaan diri, serta pembimbingan jiwa. Dengan demikian, mutarabbi mampu melaksanakan fungsi dan tugas penciptaan Allah Swt. Tuhan maha pencipta, pemelihara dan pendidik bagi alam semesta. Kedua, muta’allim, peserta didik mempelajari semua al-asma’kullah yang terdapat pada ayat-ayat kauniyah maupun quraniyah dalam rangka pencapaian pengenalan, peneguhan dan aktualisasi syahadah primordial yang telah pernah ia ikrarkan di hadapan Allah Swt. Kemampuan peserta didik merealisasikan terhadap apa yang pernah ia nyatakan ini merupakan essensi dari peserta didik itu sendiri dalam filsafat pendidikan Islam. Ketiga, muta’addib, merupakan proses pendisiplinan adab ke dalam jism, dan ruhnya, sehingga akal, ruh dan hatinya pendisiplinan adab melalui mua’dib (pendidik). Esensinya dalam mutaadib dalam pendisiplinan adab adalah ahklak, yaitu syariat yang menata hubungan komunikasi antara manusia dengan dirinya sendiri, sesamanya dan mahkluk Allah lainnya termasuk dalam semesta ini serta juga kepada sang pencipta dan pemelihara serta pendidik alam semesta.
Dalam buku Filsafat pendidikan Islam yang ditulis oleh Hasan Basri,dalam perspektif filsafat pendidikan Islam, hakikat peserta didik terdiri dari beberapa macam :
§  Peserta didik adalah darah daging sendiri, orang tua adalah pendidik bagi anak-anaknya maka semua keturunannya menjadi anak didiknya di dalam keluarga.
§  Peserta didik adalah semua anak yang berada di bawah bimbingan pendidik di lembaga pendidikan formal maupun non formal, seperti disekolah, pondok pesantren, tempat pelatihan, sekolah keterampilan, tempat pengajian anak-anak seperti TPA, majelis taklim, dan sejenis, bahwa peserta pengajian di masyarakat yang dilaksanakan seminggu sekali atau sebulan sekali, semuanya orang-orang yang menimba ilmu yang dapat dipandang sebagai anak didik
§  Peserta didik secara khusus adalah orang –orang yang belajar di lembaga pendidikan tertentu yang menerima bimbingan, pengarahan, nasihat, pembelajaran dan berbagai hal yang berkaitan dengan proses kependidikan.
Beberapa hal yang terkait dengan hakekat peserta didik yaitu :
§  Peserta didik bukan miniatur orang dewasa, ia mempunyai dunia sendiri.
§  Peserta didik mengikuti periode-periode perkembangan tertentu dan mempunyai pola perkembangan
§  serta tempo dan iramanya, yang harus disesuiakan dalam proses pendidikan.
§  Peserta didik memiliki kebutuhan diantaranya kebutuhan biologis, rasa aman, rasa kasih sayang, rasa harga diri dan realisasi diri.
§  Peserta didik memiliki perbedaan antara individu dengan individu yang lain, baik perbedaan yang disebabkan dari faktor endogen (fitrah) maupun eksogen (lingkungan) yang meliputi segi jasmani, intelegensi, sosial, bakat, minat dan lingkungan yang mempengaruhinya.
§  Peserta didik dipandang sebagai kesatuan sistem manusia, walaupun terdiri dari banyak segi tetapi merupakan satu kesatuan jiwa raga (cipta, rasa dan karsa).
§  Peserta didik merupakan obyek pendidikan yang aktif dan kreatif serta produktif. Anak didik bukanlah sebagai objek pasif yang biasanya hanya menerima, mendengarkan saja (Abdul Mujib dan Muhaimin, 1993 : 177-181)
D. Potensi/Fitrah Peserta Didik
Manusia merupakan makhluk Allah yang paling mulia dan sempurna (melebihi malaikat) apabila dapat memerankan tugas kekhalifahannya. Namun jika manusia tidak dapat bertanggungjawab sebagai khalifah Allah dengan baik dan benar, maka kedudukan manusia lebih rendah dari binatang.Karena itu, agar dapat menjalankan fungsi kekhalifahanya dimuka bumi, manusia di karuniai beberapa kekuatan yang dapat menimbulkan kreativitas untuk menata alam melalui ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimilikinya. Untuk itu, Tuhan menganugerahkan kepada manusia potensi-potensi (fithrah) yang dapat dikembangkan melalui proses pendidikan.

Manusia diciptakan Allah bukan tanpa latar belakang dan tujuan. Hal ini tergambar dalam dialog Allah dan malaikat diawal penciptaannya. Tujuan penciptaan Adam sebagai nenek moyang manusia adalah sebagai khalifah. Dalam kedudukan ini, manusia tidak mungkin mampu melaksanakan tugas kekhalifahannya, tanpa dibelakangi dengan potensi yang memungkinkan dirinya mengemban tugas tersebut.Muhammad Bin Asyur sebagamana disitir M. Quraish Shihab mendefinisikan fitrah manusia kepada pengertian “fitrah (makhluk) adalah bentuk dan sistem yang diwujudkan Allah pada setiap makhluk. Sedangkan fitrah yang berkaitan dengan manusia adalah apa yang diciptakan Allah pada manusia yang berkaitan dengan kemampuan jasmani dan akalnya”. Dari pengertian tersebut dapat diartiakan bahwa fitrah merupakan potensi yang diberikan Allah kepada manusia sehingga manusia mampu melaksanakan amanat yang diberiakan Allah kepadanya yang meliputi potensi seluruh dimensi manusia.
Sabda Nabi Muhammad SAW yang artinya “setiap anak manusia itu terlahir dalam fitrahnya, kedua orang tuanyalah yang akan mewarnai (anak) nya, apakah menjadikannya seorang yahudi, nasrani, atau majusi” (HR Aswad Bin Sari).

Dari makna hadis diatas memberikan pengertian secara teoritis bahwa semakin baik penempatan fitrah yang dimiliki manusia, maka akan semakin baiklah kepribadiannya. Demikian pula sebaliknya, semakin buruk penempatan fitrah seseorang maka akan semakin buruk sifat dan tingkah lakunya. Namun demikian, pendekatan tersebut hanya sebatas teoritis manusia, sedangkan dosa balik itu dalam islam ada kemungkinan lain, yaitu hidayah dari Allah SWT sebagai penentu yang Maha final.
Dalam perspektif Islam, potensi atau fitrah dapat dipahami sebagai kemampuan atau hidayah yang bersifat umum dan khusus yaitu :
§  Hidayah wujdaniyah yaitu potensi manusia yang berwujud insting atau naluri yang melekat dan langsung berfungsi pada saat manusia dilahirkan di muka bumi.
§  Hidayah hisysyiyah yaitu potensi Allah yang diberikan kepada manusia dalam bentuk kemampuan
§  indrawi sebagai penyempurnaan hidayah wujudiyah.
§  Hidayah aqliah yaitu potensi akal sebagai penyempurnaan dari kedua hidayah di atas. Dengan potensi akal ini mampu berpikir dan berkreasi menemukan ilmu pengetahuan sebagai bagian dari fasilitas yang diberikan kepadanya untuk fungsi kekhalifahannya.
§  Hidayah diniyah yaitu petunjuk agama yang diberikan kepada manusia yang berupa keterangan tentang hal-hal yang menyangkut keyakinan dan aturan perbuatan yang tertulis dalam al-Qur’an dan Sunnah
§  Hidayah taufiqiyah yaitu hidayah yang sifatnya khusus. Sekalipun agama telah diturunkan untuk keselamatan manusia, tetapi banyak manusia yang tidak menggunakan akal dalam kendali agama. Untuk itu, agama menuntut agar manusia senantiasa berupaya memperoleh dan diberi petunjuk yang lurus berupa hidayah dan taufiq guna selalu berada dalam keridhaan Allah.
Quraish Shihab berpendapat bahwa menyukseskan tugas-tugas kekhalifan di muka bumi, Allah memperlengkapi manusia dengan potensi-potensi tertentu, antara lain :
§  Kemampuan untuk mengetahui sifat-sifat, fungsi dan kegunaan segala macam benda. Hal ini tergambar dalam firman Allah SWT : “Dia telah mengajarkan kepada Adam nama-nama benda seluruhnya.” (QS. 2 :31)
§  Ditundukkan bumi, langit dan segala isinya, binatang-binatang, planet dan sebagainya olah Allah kepada manusia (QS. 45: 12-13)
§  Potensi akal fikiran serta panca indera (QS. 67:23)
§  Kekuatan positif untuk merubah corak kehidupan manusia (QS. 13:11)
Disamping potensi yang bersifat di atas, manusia dilengkapi dengan potensi yang bersifat negatif yang merupakan kelemahan manusia, yaitu : pertama, potensi untuk terjerumus dalam godaan hawa, nafsu dan syetan. Hal ini digambarkan dengan upaya syetan menggoda Adam dan Hawa, sehingga keduanya melupakan peringatan Tuhan untuk tidak mendekati pohon terlarang (QS. 20 : 15-24). Kedua, banyak masalah yang tak dapat dijangkau oleh pikiran manusia, khususnya menyangkut diri, masa depan, dan banyak hal lain yang menyangkut kehidupan manusia.

Dalam pandangan lain, Hasan Langulung memandang bahwa pada prinsipnya potensi manusia menurut pandangan Islam tersimpul pada sifat-sifat Allah (asma’ul husna). Sebagai contoh sifat al-ilmu yang dimiliki Allah, maka manusiapun memiliki tersebut. Dengan sifat al- ilmu, manusia senantiasa berupaya untuk mengetahui sesuatu. Untuk mengaktiftkan potensi ini, maka Allah menjadikan alam dan isinya termasuk diri manusia sebagai ayat Allah yang harus dibaca dan dianalisa. Namun demikian, bukan berarti kemampuan manusia sama tingkatannya dengan kemampuan Allah. Hal ini disebabkan karena perbedaan hakekat keduanya. Manusia memiliki keterbatasan, sedangkan Allah tanpa batas. Dari keterbatasan tersebut, menjadikan manusia sebagai makhluk yang memerlukan bantuan untuk memenuhi keinginannya. Keadaan ini menyadarkan manusia akan keterbatasan-nya dan ke-Mahakuasaan Allah. Dengan potensi ini, manusia dituntut untuk senantiasa memiliki jalinan rohani kepada Allah, baik memiliki zikir atau aktivitas zikir lainnya, mengingat manusia adalah ciptaan Allah yang dependen pada yang Maha Pencipta.

Karena adanya potensi yang positif dan negatif serta keterbatasan manusia, maka Allah menganugerahkan kepada manusia berbagai potensi pada manusia agar ia mampu mengetahui hakekat dan petunjuk-petunjuk Allah. Firman Allah SWT :
Artinya : “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”Pengertian fitrah yang ditunjukkan ayat di atas memberi pengertian bahwa manusia ciptaan Allah dengan naluri beragama tauhid yaitu Islam. Namun dalam pengembangan selanjutnya, Hasan Langulung memberi pengertian fitrah yang lebih luas yaitu pada pengertian dasar yang dimiliki oleh setiap manusia. Potensi tersebut merupakan embrio semua kemampuan manusia yang memerlukan penempaan lebih lanjut dan lingkungan insani maupun non insani untuk bisa berkembang. Untuk mengaktualisasikan potensi yang dimilikinya tersebut, manusia memerlukan bantuan orang lain yaitu proses pendidikan.

E. Tugas dan Tanggungjawab Peserta Didik

Tujuan dari setiap proses pembelajaran adalah menta’lim, mentarbiyah, atau menta’dibkan al-‘ilm ke dalam diri setiap peserta didik. Al-‘ilm yang akan dita’-lim, ditarbiyah, atau dita’dibkan tersebut adalah al-haqq, yaitu semua kebenaran yang datang dan bersumber dari Allah Swt, baik yang didatangkan-Nya melalui Nabi dan Rasul, (al-ayah al-quraniyah), maupun yang dihamparkan-Nya pada seluruh alam semesta, termasuk diri manusia itu sendiri (al-ayah al-kauniyah). Al-‘ilm tersebut merupakan penunjuk jalan bagi peserta didik untuk mengenali dan meneguhkan kembali syahadah primordialnya terhadap Allah Swt sehingga ia mampu mengaktualisasikannya dalam kehidupan keserharian. Karenanya, dalam konteks ini, tugas utama setiap peserta didik adalah mempelajari al-‘ilm dan mempraktikkan atau mengamalkannya sepanjang kehidupan.

Berkenaan dengan tugas utama yang harus dilakukan peserta didik ini, Rasulullah saw melalui salah satu hadis menegaskan : menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap muslim dan muslimat. Proses menuntut atau mempelajari al-‘ilm itu dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti membaca, baik yang tersurat maupun yang tersirat, mengeksplorasi, meneliti, dan mencermati fenomena diri, alam semesta, dan sejarah umat manusial berkontemplasi, berpikir, atau menalar, berdialog, berdiskusi atau bermusyarah, mencontoh atau meneladani, mendengarkan nasehat, bimbingan, pengajaran dan peringatan, memetik ‘ibrah atau hikmah, melatih atau membiasakan diri, dan masih banyak lagi aktivitas belajar lainnya yang harus dilakukan setiap peserta didik untuk meraih al-ilm dan mengamalkannya dalam kehidupan.

Seluruh aktivitas pembelajaran sebagaimana dipaparkan di atas wajib ditempuh atau dilakukan peserta didik dalam proses belajar atau menuntut al-‘ilm. Karenanya, peserta didik tidak boleh mencukupkan aktivitas belajarnya pada suatu aktivitas saja. Dalam berbagai surah, alquran senantiasa menyeru manusia untuk berpikir, mengingat, membaca, mengambil pelajaran, memetik hikmah. Bereksplorasi, bertadabbur, dan sebagainya. Semua itu dimaksudkan agar peserta didik mengembangkan potensi jismiyah dan ruhiyahnya sehingga mampu diberdayakan dalam rangka aktualisasi diri sebagai makhluk yang bersyahadah kepada Allah Swt, beribadah secara tulus ikhlas hanya kepada-Nya, dan menjadi khalifah atau pemimpin dan pemakmur kehidupan dibumi.

Berkenaan dengan tanggung jawab, dalam perspektif falsafah pendidikan Islami, tanggung jawab utama peserta didik adalah memelihara agar semua potensi yang dianugerahkan Allah Swt kepadanya dapat diberdayakan sebagaimana mestinya. Dimensi jismiyah wajib dipelihara, agar secara fisikal peserta didik mampu melakukan aktivitas belajar, meskipun harus melakukan rihlah ke berbagai tempat. Demikian pula, dimensi ruhiyah juga wajib dipelihara, agar bisa difungsikan sebagai energi atau kekuatan untuk melakukan aktivitas belajar. Ketika peserta didik tidak mampu memelihara dimensi jismiyah dan ruhiyahnya, maka energi, daya, atau kemampuan membelajarkan diri akan terganggu, bahkan bisa menjadi tidak mampu. Karenanya, sebagaimana juga dikemukakan Nata, agar tetap mampu melakukan aktivitas belajar, setiap peserta didik memerlukan kesiapan fisik prima, akal yang sehat, pikiran yang jernih, dan jiwa yang tenang. Untuk itu, perlu adanya upaya pemeliharaan dan perawatan secara sungguh-sungguh semua potensi yang bisa digunakan untuk belajar atau menuntut ilmu pengetahuan.
Athiyah al-Abrasyi mengemukakan bahwa kewajiban-kewajiban yang harus senantiasa dilakukan peserta didik adalah :
1.      Sebelum memulai aktivitas pembelajaran, peserta didik harus terlebih dahulu membersihkan hatinya dari sifat yang buruk, karena belajar mengajar itu merupakan ibadah dan ibadah harus dilakukan dengan hati yang bersih.
2.      Peserta didik belajar harus dengan maksud mengisi jiwanya dengan berbagai keutamaan untuk mendekatkan diri kepada Allah.
3.      Bersedia mencari ilmu ke berbagai tempat yang jauh sekalipun, meskipun harus meninggalkan
4.      keluarga dan tanah air.
5.      Tidak terlalu sering menukar guru, dan hendaklah berpikir panjang sebelum menukar guru.
6.      Hendaklah menghormati guru, memuliakan dan mengangungkannya karena Allah serta berupaya menyenangkan hatinya dengan cara yang baik.
7.      Jangan merepotkan guru, jangan berjalan dihadapannya, jangan duduk ditempat duduknya, dan jangan mulai bicara sebelum diizinkan guru.
8.      Jangan membukakan rahasia kepada guru atau meminta guru membukakan rahasia, dan jangan pula menipunya.
9.      Bersungguh-sungguh dan tekun dalam belajar
10.  Saling bersaudara dan mencintai antara sesama peserta didik.
11.  Peserta didik harus terlebih dahulu memberi salam kepada guru dan mengurangi percakapan dihadapan gurunya.
12.  Peserta didik hendaknya senantiasa mengulangi pelajaran, baik diwaktu senja dan menjelang subuh atau diantara waktu Isya’ dan makan sahur
13.  Bertekad untuk belajar seumur hidup.

F. Sifat-Sifat Peserta Didik
Sesuai dengan karakter dasarnya, dalam Islam, ilmu itu datangnya dari al-haq dan karenanya ia merupakan al-nur atau cahaya kebenaran yang akan menerangi kehidupan para pencarinya. Sebagai al-haq, Allah Swt maha suci, dan kesuciannya hanya bisa dihampiri oleh yang suci pula. Karenanya, sifat utama dan pertama yang harus dimiliki peserta didik adalah mensucikan diri atau jiwanya (tazkiyah) sebelum menuntut ilmu pengetahuan. Karena maksiat hanya akan mengotori jasmani, akal, jiwa dan hati manusia, sehingga membuatnya sulit dan terhijab dari cahaya, kebenaran, atau hidayah Allah Swt.

Setidaknya ada 3 hal yang menjadi titik fokus perhatian peserta didik dan orang tua dalam mensucikan dirinya secara totalitas. Pertama, suci ruhaniah yaitu peserta didik harus menjauhkan sifat-sifat yang dapat merusakan atau paling tidak yang mengotori jiwa dari sucinya al-nur, atau al-haq. Karena kekotoran jiwa akan mengakibat tertutupnya sinar illahiyah menembus kalbu peserta didik. Ringkasnya al-‘ilm atau al-nur harus di ta’lim, di tarbiyah atau dita’dibkan ke dalam jiwa peserta didik haruslah dalam keadaan suci dan bersih, sehingga ia akan dapat tertanam dan bersemi dengan penuh keberkahan di dalam sanubarinya. Kedua, suci jasmaniah yaitu peserta didik harus mampu menjauhkan dari dari mengkonsumsi makanan ataupun minuman yang tidak benar baik dari segi jenis mampu sumber diperolehnya makanan/minuman tersebut. Makanan yang tidak benar/jelas, bukan makanan yang diperoleh secara halal, akan mempengaruhi kepribadian peserta didik dalam berperilaku, dan akan susah mendapatkan hidayah kebenaran dari Allah Swt.

Sebab itu, orang tua harus memberi makan peserta didik dengan makanan yang baik dan halal serta bersih, sehingga nusrah Allah akan dapat dengan mudah diterima oleh peserta didik. Disamping itu juga bersih badan dari kotoran, najis serta lainnya yang dapat menggangu kesehatan fisik hidup yang baik. Jangan biasakan peserta didik bergaul dengan lingkungan yang dapat memberi pengaruh yang tidak baik dalam perkembangan kehidupan sosialnya.Hal ini akan berbias kepada terkontaminasinya pembiasaan yang jelek kepada peserta didik. Makanya orang tau harus dapat menjaga dan mengerti tentang ini, sehingga peserta didik dapat tumbuh dan kembang baik secara ruhaniah, jasmaniah maupun sosialnya dengan penuh kebaikan.

Zainuddin dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam, beliau mengutip hadis Shahih Muslim dan Bukhari dalam mengemukakan sifat dan karakter yang dimiliki anak didik. Berikut beberapa sifat dan karakter yang harus dimiliki seorang anak didik:
1.      Memiliki sifat tamak dalam menuntut ilmu dan tidak malu-malu. Mujahid berkata, “Pemalu dan orang sombong tidak akan dapat mempelajari pengetahuan agama.” Aisyah berkata, “sebaik-baik kaum wanita adalah kamu wanita sahabat Anshar. Merak tidak dihalang-halangi rasa malu tidak dihalang-halangi rasa malu untuk mempelajari pengetahuan yang mendalam tentang agama.”
2.      Selalu mengulang pelajaran di waktu malam dan tidak menyia-nyiakan waktu malam dan tidak menyia-nyiakan waktu.
3.      Memanfa’atkan/mengajarkan ilmu pengetahuan yang telah dimiliki.
4.      Memiliki keinginan/motivasi mencari ilmu pengetahuan.
Peserta didik hendaknya berupaya memiliki akhlak mulia, baik secara vertikal maupun horizontal dan senantiasa mengembangkan potensi yang dimilikinya dengan seperangkat ilmu pengetahuan. Sebagai seorang peserta didik yang berupaya mencari ilmu pengetahuan dan membentuk sikap dengan akhlak mulia, maka menurut Hamka peserta didik dituntut bersikap baik pada setiap guru.
Sikap tersebut meliputi :
a.       Jangan cepat putus asa dalam menuntut ilmu
b.      Jangan lalai dalam menuntut ilmu dan cepat merasa puas terhadap ilmu yang sudah diperoleh;
c.       Jangan merasa terhalang karena faktor usia
d.      Hendaklah diperbagus tulisannya supaya orang bsia menikmati hasil karyanya dan membiasakan diri membuat catatan kecil terhadap berbagai ide yang sedang dipikirkan;
e.       Sabar, perteguh hati dan jangan cepat bosan dalam menuntut ilmu
f.       Pererat hubungan baik dengan guru dan senantiasa hadir dalam majelis ilmiahnya, hormati pendidik sebagai orang yang telah banyak berjasa dalam membimbing ke arah kedewasaan, baik ketika proses belajar maupun setelah menamatkan pelajaran padanya
g.       Ikuti instruksi guru dalam setiap proses belajar mengajar dengan khusyu’ dan tekun
h.      Berbuat baik terhadap guru dan kedua orang tua, serta amalkan ilmu yang diberikannya bagi kemaslahatan seluruh umat;
i.        Jangan menjawab sesuatu yang tidak berfaedah. Biasakan berkata sesuatu yang bermanfaat karena itu sebagai ciri orang yang berilmu dan berfikiran luas;
j.        Ciptakan suasana pendidikan yang merespon dinamika fitrah yang dimiliki seperti suasana gembira.
k.      Biasakan diri untuk melihat memikirkan dan melakukan analisa secara seksama terhadap fenomena alam semesta. Dengan ini maka peserta didik akan menyelami kebesaran Allah dan selanjutnya berbuat kebajikan terhadap alam semesta.
G. Etika Peserta Didik
Sebagaimana dijelaskan oleh Asma Fahmi, bahwa setiap peserta didik harus memiliki dan berprilaku dengan etika yang sesuai dengan ajaran Islam, seperti berikut ini :
a.       Setiap peserta didik harus membersihkan hatinya dari kotoran sebelum menuntut ilmu, yaitu menjauhkan dari sifat-sifat yang tercela seperti dengki, benci, menghasud, takabur, menipu, berbangga-bangga dan memuji diri serta menghiasi diri dengan akhlak mulia seperti benar, takwa, ikhlas, zuhud, merendahkan diri dan ridha;
b.      Hendaklah tujuan belajar itu ditujukan untuk menghiasi ruh dengan sifat keutamaan, mendekatkan diri dengan Tuhan, dan bukan untuk bermegah-megah dan mencari kedudukan. Belajar dengan niat ibadah dalam rangka taqarrub ilallalah. Konsekuensi dari sikap ini, peserta didikkan senantiasa mensucikan diri dengan akhlaq al-karimah dalam kehidupan sehari-harinya, serta berupaya meninggalkan watak dan akhlak yang rendah (tercela).
c.       Peserta didik tidak menganggap rendah sedikitpun pengetahuan-pengetahuan apa saja karena ia tidak mengetahuinya, tetapi ia harus mengambil bagian dari tiap-tiap ilmu yang pantas baginya, dan tingkatan yang wajib baginya;
d.      Peserta didik wajib menghormati pendidiknya
e.       Peserta didik hendaknya belajar secara sungguh-sungguh serta tabah dalam belajar.
Ibnu Qayyim sendiri menjelaskan ada sebelas etika peserta didik , diantaranya;
1.      Jika peserta didik ingin meraih kesempurnaan ilmu, henadklah ia menjauhi kemaksiatan dan senantiasa menundukkan pandangannya dari hal-hal yang diharamkan untuk dipandang
2.      Mewaspadai terhadap tempat-tempat yang menyebarkan lahwun (hidup kesia-siaan) dan majelis-majelis yang buruk’
3.      Bid’ah , sangat berbahaya bagi kebersihan hati.Hati yang telah tercemar noda bid’ah menjadi tidak mampu memahami Alquran, karena tidak bisa memahami Alquran kecuali hati yang suci.
4.      Senantiasa menjaga waktunya, dan jangan sekali-kali membuangnya dengan membicarakan hal-hal yang tidak berfaedah, berbohong, dan obrolan yang tidak jelas ujung pangkalnya. Dan janganlah sekali-kali mengatakan sesuatu yang tidak memiliki ilmu tentangnya
5.      Tidak berbicara kecuali ketika jika sudah jelas kebenarannya/ hakikatnya dan telah tampak masalah itu jelas baginya
6.      Menghindari diri membanggakan diri dengan harta, kedudukan dan kenikmatan dunia karena sangat dicela oleh syariat
7.      Hendaknya mengetahui bahwa hanya dengan ilmu derajat seseorang tidak bisa terangkat kecuali jika ilmu tersebut diamalkan
8.      Segera mengamalkan ilmu yang telah didapatinya agar selalu terjaga dan tidak mudah hilang
9.      Memiliki pemahaman yang baik dan niat yang lurus, supaya hatinya terjauhkan dari noda-noda bid’ah dan penyimpangan seseorabg
10.  Selalu mencari hakikat suatu masalah dan berusaha mendapatkannya dari mana saja sumbernya, sebagaimana wajib atasnya untuk tidak ta’ashshub (fanatic) kepada pendapat seseorang
11.  Jika peserta didik itu memiliki keutamaan dengan mendapat balasan dari Allah berupa dilapangkannya
12.  jalan menuju surge. Maka sepatutnya para peserta didik senantiasa mangingat pahala yang besar tersebut agar menjadi pendorong baginya untuk senantiasa giat mencari ilmu.
Sedangkan kode etik personal peserta didik yang harus dapat dilaksanakan oleh peserta didik yaitu :
1.      Membersihkan hati dari kotoran, sifat buruk, aqidah keliru, dan akhlak tercela.
2.      Meluruskan niat, peserta didik harus menuntut ilmu demi Allah untuk menghidupkan syari’at Islam, menyinari hati dan mengasah batin dalam rangka mendekatkan diri kepadaNya. Dengan belajar itu ia bermaksud hendak mengisi jiwanya dengan fadhilah, mendekatkan diri kepada Allah, bukanlah bermaksud menonjolkan diri;
3.      Menghargai waktu dengan cara mencurahkan perhatian sepenuhnya bagi urusan menuntut ilmu pengetahuan;
4.      Menjaga kesederhanaan makanan dan pakaian. Mengurangi kecederungan pada kehidupan duniawi dibanding ukhrawi. Sifat yang ideal adalah menjadikan kedua dimensi kehidupan (dunia akhirat) sebagai alat yang integral untuk melaksanakan amanat-Nya, baik secara vertikal maupun horizontal;
5.      Membuat jadwal kegiatan yang ketat dan teratur. Peserta didik mengalokasikan waktu secara jelas kedalam satu jadwal kegiatan harian yang berisi kegiatan belajar yang relevan
6.      Menghindari makan terlalu banyak, yang terbaik adalah sedikit makan, selain makruh makan terlalu banyak juga akan menimbulkan malas dan kantuk bahkan serangan penyakit;
7.      Mengurangi konsumsi makanan yang bisa menyebabkan kebodohan dan lemahnya indera, seperti apel asam, kubis, atau cuka, juga kebanyakan lemak dapat menumpulkan otak dan menggemukan tubuh;
8.      Menimalkan waktu tidur, tetapi tidak mengganggu kesehatan. Penuntut ilmu tidak boleh tidur lebih dari delapan ham satu hari satu malam, sebab tidur hanya diperlukan dalam rangka istirahat serta menyegarkan kembali badan dan pikiran untuk kembali belajar.
9.      Membatasi pergaulan hanya dengan orang yang bisa bermanfaat bagi pelajar. Teman yang harus dicari ialah orang taat beragama, wara’, cerdas, baik dan gemar membantu, sebab bergaul dengan orang yang kurang peduli ilmu pengetahuan biasanya memboroskan harga serta menyia-nyiakan umur.
Mengenai adab Murid dan Guru Menurut Al-Ghazali, adab murid dan guru itu ada sepuluh bagian:
Ø  Hendaknya mendahulukan kesucian jiwa daripada kejelekan akhlak dan keburukan sifat, karena ilmu adalah ibadah hatinya,shalatnya jiwa, dan peribadatannya batin kepada Allah.
Ø  Mengurangi keterikatannya dengan kesibukan dunia, karena ikatan-ikatan itu menyibukkan dan memalingkan
Ø  Tidak menekuni semua bidang ilmu secara sekaligus tetapi menjaga urutan dan dimulai dengan yang paling penting.
Ø  Hendaklah tidak memasuki satu cabang ilmu sebelum menguasai ilmu yang sebelumnya.
Ø  Hendaklah mengetahui faktor penyebab yang dengannya ia bisa mengetahui ilmu yang paling mulia.
Ø  Hendaklah tujuan murid di dunia adalah untuk menghias dan mempercantik batinnya dengan keutamaan, dan di akhirat adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah dan meningkatkan diri untuk bias berdekatan dengan makhluk tertinggi dari kalangan malaikat dan orang-orang yang didekatkan.
Ø  Hendaklah mengetahui kaitan ilmu dengan tujuan agar supaya mengutamakan yang tinggi lagi dekat daripada yang jauh, dan yang penting daripada yang lainnya.
Sementara dalam UU Sisdiknas Tahun 2003 pasal 3 ditegaskan pula bahwa tujuan pendidikan nasional adalah "...untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab". Dari tujuan ini terlihat jelas bahwa mewujudkna manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia merupakan substansi dari kepribadian yang diinginkan dalam konsep pendidikan Islam itu sendiri.

Demikian pula peserta didik, juga diharapkan tidak terjebak pada paham pragmatisme dan materialisme. Ada kecenderungan ketika peserta didik bersikap demikian, maka guru pun kurang dihormati. Guru hanya dianggap sebagai instrumen atau alat dalam pendidikan. Sebagaimana yang dikenal dalam falsafah alat, ia akan digunakan selagi dibutuhkan. Ketika tidak lagi dibutuhkan, maka guru pun tidak dihormati lagi.
Untuk itu, peserta didik juga harus memahami apa tugas dan tanggung jawabnya sebagai peserta didik dalam perspektif pendidikan Islam. Peserta didik yang dalam pandangan pendidikan Islam sering disebut sebagai murid sebenarnya memiliki arti ”orang yang menginginkan”. Artinya, seorang murid atau peserta didik harus menunjukkan sikap yang membutuhkan kehadiran seorang guru. Rasa ”membutuhkan” ini tentu tidak bersifat sesaat ketika ada perlu saja, tetapi dalam pandangan pendidikan Islam, seorang guru tidak hanya dihormati di saat belajar pada sekolah formal saja, sehingga disebut pula bahwa ”tidak ada mantan guru dalam pandangan pendidikan Islam”. Dengan konsep seperti ini maka seorang peserta didik harus menunjukkan sikap kesungguhannya dalam belajar dibarengi dengan adab-nya kepada guru dengan harapan ilmu yang ia peroleh bermanfaat bagi dirinya.

Selain itu, peserta didik juga harus menuntut ilmu didasari oleh motivasi awal, yaitu motivasi karena Allah SWT. Dengan motivasi ini, maka selama dalam menuntut ilmu ia harus meninggalkan hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT. Hal ini pula yang pernah dialami oleh Imam Syafi’i. Suatu ketika ia pernah meminta nasehat kepada gurunya, Imam Waki’ sebagai berikut: “Syakautu ilâ Waki’in sûa hifzi, wa arsyadani ilâ tarki al-maâhi, fa akhbarani bianna al-‘ilma nūrun, wa nur Allahi la yubdalu al-âshi”. Dari nasehat ini, ada dua hal yang perlu digarisbawahi, pertama, untuk memperkuat ingatan diperlukan upaya meninggalkan perbuatan-perbuatan maksiat; dan kedua, ilmu itu adalah cahaya yang tidak akan tampak dan terlahirkan dari orang yang suka berbuat maksiat. Dengan demikian irsyâd merupakan aktivitas pendidikan yang berusaha menularkan penghayatan (transinternalisasi) akhlak dan kepribadian kepada peserta didik, baik yang berupa etos kerjanya, etos belajarnya, maupun dedikasinya yang serba li Allah Ta’ala.













BAB III
KESIMPULAN

Peserta didik adalah anak yang sedang tumbuh dan berkembang baik secara fisik maupun psikologis (Muhaimin dan Abdul Mujib,1993:177), untuk mencapai tujuan pendidikan melalui lembaga pendidikan.

Dalam perspektif falsafah pendidikan Islam seluruh makhluk ciptaan Allah Swt merupakan peserta didik. Namun secara khusus dalam pendidikan Islam, peserta didik adalah seluruh al insan, al-basyar atau bani adam yang sedang menuju al-insan al-kamil, baik dalam pengertian jismiyah maupun ruhiyah.

Ketiga istilah tersebut yaitu pertama, term mengandung pengertian bahwa peserta didik dalam arti mutarabbi manusia yang selalu memerlukan pendidikan, baik dalam arti pengasuhan dan pemeliharaan fisik – biologis, penambahan pengetahuan dan keterampilan, tuntunan dan pemeliharaan diri, serta pembimbingan jiwa. Dengan demikian, mutarabbi mampu melaksanakan fungsi dan tugas penciptaan Allah Swt. Tuhan maha pencipta, pemelihara dan pendidik bagi alam semesta. Kedua, muta’allim, peserta didik mempelajari semua al-asma’kullah yang terdapat pada ayat-ayat kauniyah maupun quraniyah dalam rangka pencapaian pengenalan, peneguhan dan aktualisasi syahadah primordial yang telah pernah ia ikrarkan di hadapan Allah Swt. Kemampuan peserta didik merealisasikan terhadap apa yang pernah ia nyatakan ini merupakan essensi dari peserta didik itu sendiri dalam filsafat pendidikan Islam. 

Peserta didik adalah makhluk yang berada dalam proses perkembangan dan pertumbuhan menurut fitrahnya masing-masing, dimana mereka sangat memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju kearah titik optimal kemampuan fitrahnya. Berdasarkan pengertian ini, maka anak didik dapat dicirikan sebagai orang yang tengah memerlukan pengetahuan atau ilmu, bimbingan dan pengarahan.







DAFTAR PUSTAKA


- lmu pendidikan Islam, Dra. Hj. Nur Uhbiyati, cv. Pustaka Setia, 1998.
-Hartoto
- Deninursamsi, wordpress. Com/2009
- Zainal Muttaqin, http://izaskia.wordpress.com/2009/12/13/hakekat-pendidik-dalam-pandangan-islam-bagian-3-dari-5-seri-tulisan/#_ftn1 .
- Azzamcollege.wordpress.com/2009/11/15/pendidikan-dalam-perspektif-islaM